27 03 2008

Masa usia sekolah merupakan masa yang penuh gejolak, yang artinya masa peralihan pada fase bermain menjadi suatu bentuk kegiatan yang lebih terarah dan terstruktur. Pada masa ini sang siswa berusaha membentuk karakter dan jati dirinya dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Kesulitan dan benturan dalam melakukan proses tersebut akan menjadi hambatan pada siswa untuk menempatkan peran dirinya di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat.

Alert Program didesign untuk meningkatkan peran serta aktif orang tua dan guru bersama dengan terapis dalam tim untuk mencari solusi yang tepat bagi siswa untuk dapat melakukan perannya di sekolah secara optimal.

Selain itu juga mampu mengembangkan potensi dari siswa berkebutuhan khusus dengan menggunakan keunikan dan karakteristik tiap individu yang berbeda menjadi strategi yang efektif dalam menghadapi kesulitan beraktifitas di sekolah.

Serta menumbuhkan pemahaman dan kesadaran guru dan orang tua terhadap prilaku yang dimunculkan di kelas menjadi strategi penanganan yang efektif bagi kelangsungan proses belajar-mengajar.

Secara khusus Alert Program juga memberikan pelayanan kepada siswa berkebutuhan khusus yang belum terjangkau oleh guru di sekolah, mengembangkan kemampuan siswa secara optimal menggunakan keunikan dan karekteristiknya sebagai suatu indvidu dan mengembangkan suasana yang kondusif antara siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar

Dasar teori dari Alert Program adalah Integrasi Sensory (Sensory Integration)

Sensori Integrasi
Sensori integrasi merupakan teori dan metode yang membantu memberikan penjelasan pada beberapa prilaku yang dimunculkan pada anak berkebutuhan khusus berhubungan dengan permasalahan proses sensori yang terjadi. Serta memberikan strategi penanganan yang dapat dilakukan di pusat terapi, rumah dan sekolah secara tepat..

Setiap detik, menit dan jam tak terhitung berapa banyak informasi sensori yang masuk kedalam tubuh manusia seperti aliran air sungai yang tak hentinya. Tidak hanya dari telinga dan mata, tapi dari seluruh bagian tubuh. Sang anak harus mampu untuk mengatur seluruh sensori tersebut jika seseorang ingin bergerak, belajar dan berprilaku. Sensori tersebut memberikan informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan disekitar.

si1.jpg

Kesulitan belajar yang disebabkan masalah pada sensori integrasi membuat sang siswa kesulitan mengatur informasi yang masuk yang membuatnya sulit untuk berkonsentrasi dan menyerap materi pelajaran. Sehingga memunculkan beberapa prilaku yang bersifat spesifik terhadap masalah pengintegrasian sensorinya.

Berdasarkan teori bahwa proses pengintegrasian sensori berada di otak yang mengatur jalur informasi sensori yang kemudian diproses hingga akhirnya menjadi respon atas situasi yang terjadi di lingkungan. Otak dalam hal ini berperan sebagai polisi yang mengatur lalu lintas informasi sensori sehingga dapat diproses secara efisien.

Sensori Integrasi dalam hal ini berperan menemukan jawaban kesulitan sang siswa selama proses belajar di sekolah yang berhubungan dengan masalah pada proses sensori. Penanganan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan karakteristik dan keunikan yang dimiliki dengan masalah yang saat ini dihadapi.

Dengan sebuah keyakinan bahwa “setiap anak memiliki potensi yang perlu dikembangkan”, sensori integrasi melakukan penanganan dengan media permainan yang memiliki efek terapuetik sehingga masalah yang dihadapi saat disekolah dapat diatasi.

Alert Program
Setiap kegiatan yang dilakukan sang siswa memiliki pengaruh pada kegiatan berikutnya, hal ini berhubungan dengan tingkat kemampuan untuk mengontrol diri dari setiap beban pada aktifitas sebelumnya. Namun setiap siswa memiliki keunikan tersendiri untuk mampu melakukan kontrol diri secara efektif. Dengan melakukan kompensasi atau strategi pada satu atau beberapa hal yang mungkin luput dari pengawasan guru, yang tanpa disadari sang siswa memberikan suatu informasi yang sangat berharga bagi terapis, guru dan orang tua untuk dikembangkan menjadi sesuatu strategi yang efektif.

Kompensasi atau strategi yang dilakuan sang siswa untuk dapat tetap berkonsentrasi merupakan pemberian input sensori dan motorik yang menstimulasi otak untuk tetap dapat bekerja secara efisien. Alert Program membagi atas 5 kemungkinan kompensasi atau strategi yang dilakukan sang siswa, yaitu :

1. Memasukan sesuatu pada mulut (input oral-motor)
2. Bergerak ( input vestibular dan proprioseptif)
3. Sentuhan (input taktil)
4. Penglihatan (input visual)
5. Mendengar (input auditori)

Mencari dan menentukan kompensasi atau strategi sensori-motorik membantu terapis, guru dan orang tua untuk menerapkan strategi yang berguna dalam mempertahankan keberadaan siswa di kelas pada situasi yang berbeda. Dengan menganalisa seberapa banyak, seberapa sering dan berapa lama kompensasi atau strategi tersebut dilakukan guru dapat melihat dorongan apa yang dibutuhkan bagi anak siswanya dapat memacu kerja otak pada level yang sesuai.

si2.jpg

Metode Alert Program mempunyai beberapa tujuan, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Memberikan kesempatan pada sang siswa untuk lebih memahami dirinya.
2. Mengajarkan sang siswa menangani masalah yang dihadapinya dengan keunikan karakteristik yang dimilikinya.
3. Sang siswa mampu menangani masalah yang dihadapi secara mandiri untuk dapat menyerap materi yang diberikan secara efektif dan efisien.

Penanganan Terapi Berbasis Sekolah

Merupakan penanganan terapi yang dilakukan pihak sekolah pada siswa-siswa dengan berkebutuhan khusus. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan pengajaran juga memenuhi kebutuhan anak siswanya untuk mencapai hasil pembelajaran yang efisien dan efektif.

Dengan menciptakan tim pendidikan yang terdiri dari guru, orang tua dan terapis yang saling bekerja sama untuk mengembangkan strategi penanganan yang dapat menjangkau keseluruhan aspek sang siswa terutama saat di sekolah. Penanganan terapi berbasis sekolah terdiri atas 3 tahapan, yaitu :

1. Intervensi secara langsung
Terapis melakukan terapi secara langsung untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki sang siswa. Hal ini dapat dilakukan di dalam atau di luar kelas.
2. Konsultasi
Bertujuan membantu guru dan orang tua menjelaskan masalah dan menentukan solusi yang dapat dilakukan. Pertemuan secara reguler perlu dilakukan untuk melibatkan guru dan orang tua secara lebih aktif bagi perkembangan sang siswa. Hasil yang ingin dicapai adalah kemampuan untuk memahami prinsip dasar penanganan terapi dan mengaplikasikannya di lingkungan kelas dan sekolah.
3. Monitoring
Terapis, guru dan orang tua melakukan evaluasi berkala atas penerapan rencana strategi yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Hal ini mutlak dilakukan mengingat terdapat beberapa penerapan yang dievaluasi dalam perhitungan waktu tertentu, seperti penerapan Wilbarger Protocol dan Alert Program.

Taufiq Hidayat
Polaris Jakarta





Takutnya Anak pada Ketinggian, Apakah Masalah Keberanian ?

17 03 2008

Bereksplorasi, mencoba dan mencoba, merupakan cara anak untuk bermain, sang anak dapat berlari, melompat-lompat bahkan menaiki tempat-tempat yang tinggi seakan tidak mengenal lelah untuk bermain. terkadang para orang tua merasakan ketakutan tersendiri pada cara bermain sang anak yang seakan tidak mengenal bahaya.

Namun, pada sisi koin yang berkebalikan ada pula anak yang lebih memilih permainan secara berhati-hati, terutama pada ketinggian yang dapat merubah muka menjadi merah, berkeringat dingin bahkan mengompol dicelana jika hal tersebut dilakukan secara dipaksa.

Ada beberapa hal yang perlu dipastikan apakah benar sang anak takut pada ketinggian, antara lain :

Terlihat tegang ketika kaki tidak menyentuh lantai, terutama saat orang tua berusaha menggendongnya saat :
Tidak suka berada pada posisi kepala melawan gravitasi
Kurang nyaman berjalan pada permukaan yang kurang stabil.

Sistem Vestibular merespon terhadap gerakan tubuh dan perubahan posisi kepala. Yang secara otomatis mengkoordinasikan pergerakan mata, kepala dan tubuh untuk mempertahankan tonus otot, koordinasi kedua sisi tubuh dan mempertahankan posisi tegak melawan gravitasi. Hal tersebut merupakan fondasi dasar pada perkembangan area-area tertentu.

Anak yang mengalami permasalahan kurangnya registrasi informasi vestibular atau reaksi yang berlebihan pada stimulasi vestibular. umumnya takut atau sangat berhati-hati dalam bergerak, jika pada ketinggian dan, atau perubahan posisi kepala (wheel barrow walk).

Beberapa gambaran megenai grativional insecurity :
Terlihat tegang ketika kaki tidak menyentuh lantai
Ketakutan yang berlebihan ketike tejatuh atau digerakkan secara tiba-tiba
Tidak suka berada pada posisi kepala melawan gravitasi
Kurang nyaman berjalan pada permukaan yang kurang stabil.

Orang dewasa juga dapat mengalami hal yang serupa dengan adanya infeksi telinga bagian dalam.

Hal yang perlu diperhatikan :
Perlu disadari bagaimana dan pentingnya gerakan bagi masalah neurologis yang dihadapi anak.
Idealnya memotivasi anak untuk melakukan aktifitas merupakan bagian dari rutinitas harian. Seperti berayun, hammock, papan luncur, memanjat, dan lainnya.

Siapkan anak untuk melakukan aktifitas dengan menggunakan bahasa, gesture, tanda dan dengan sentuhan secara lembut. Hindari sesuatu yang membuat anak menjadi tegang dengan tidak terlalu memaksa anak, sebaliknya motivasi untuk berperan aktif dan memulai gerakan yang akan menciptakan feedback yang positif.

Mulai aktifitas dengan aktifitas yang ringan dan pelan, serta cukup aman. Ex. Duduk pada hammock, berbaring diatas papan luncur dengan tangan atau kai menyentuh lantai, dll.

Berikan stimulasi deep touch pressure untuk membantu anak meras aman dan membuat efek yang menenangkan saat melakukan aktifitas. Ex. Pada bahu atau hip, pergelangan tangan atau ankle, dll.

Coba gerakan yang ringan pada awal dengan maju dan mundur secara perlahan. Penting juga untuk melihat respon yang dimunculkan anak, apakah anak merasa nyaman atau sebaliknya. Ketika kepercayaan diri dan adaptasi mulai meningkat lakukan gerakan pada berbagai arah dan kecepatannya.

Akan lebih baik lagi anak tidak merespon secara pasif berikan objek di hadapannya agar ia bisa melakukan aktifitas saat digerakan dan memberikan dan membuka linkaran komunikasi untuk melakukan engagement.

Sangat perlu melakukan observasi terhadap reaksi anak. Terlalu memberikan input vestibular dapat membuat sensory overload. Dan tetap diskusikan mengenai perancanaan program tersebut pada terapis anda.

Taufiq Hidayat
Jakarta





Alert Program

17 03 2008

Seiring berjalannya waktu sang anak akan tetap belajar hingga akan tiba satu saat pelajaran yang ia dapat dilakukan pada lingkungan tanpa perlu bergantung pada orang lain. Sudah pasti hambatan akan merintanginya untuk tetap belajar, dan semua bergantung pada sang anak apakah akan memundurkan langkah untuk belajar, atau berusaha sekuat tenaga untuk menghadapinya.

Jika tubuh ini diibaratkan mesin yang terus bekerja seharian penuh, akan ada pula saat perputarannya melambat sehingga tidak dapat bekerja maksimal. Tapi manusia memiliki keunikan tersendiri untuk mengatur strategi menanganinya. Seperti halnya saat baru terbangun dari tidur ada yang membutuhkan segelas kopi untuk membuatnya segar untuk siap bekerja, ada pula yang membutuhkan waktu untuk mandi dengan air hangat atau dingin, berolah raga di pagi hari, mendengarkan musik atau menonton televisi dan lainnya. Ada sangat banyak cara untuk membangkitkan mesin tubuh ini untuk dapat bekerja maksimal.

Dari sudut pandang Okupasi Terapi, saat tubuh baru terbangun dari tidur tingkat kesadaran (alertness) berada pada level yang rendah yang membuat tubuh belum siap melakukan aktifitas dikarenakan belum mampu mencapai, mempertahankan dan mengubah tingkat kesadaran (self regulation) secara optimal.

Dalam menjalani rutinitas seharian tidak setiap saat tubuh siap untuk melakukan semua kesibukan tersebut. Ada kalanya seakan mesin yang ada didalam tubuh ini berjalan secara lambat, yang membuat seakan berat melakukan sesuatu, sehingga sesuatu dorongan untuk dapat bangkit dan bekerja secara normal. Ada juga saat dimana mesin bekerja terlalu cepat sehingga membuat perhatian dan konsentrasi menjadi terpecah sehingga apa yang dilakukan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Ex. 1 : Pada anak dengan tingkat arousal yang rendah, untuk bangun dari tidur dan siap melakukan aktifitas merupakan hal yang sulit. Mungkin ia tidak akan tidur lagi namun mesin tubuhnya berada pada
level yang rendah sehingga sulit untuk bangun. Setelah mandi dan makan pagi system saraf di tubuh telah mencapai level optimal dan siap untuk melakukan aktifitas. Pada tengah hari saat berada dalam sesi belajar mesin tubuhnya kembali berada pada level yang rendah, yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitasnya untuk menyerap materi. Kondisi tersebut membuatnya sulit untuk melakukan aktifitas fisik non fisik dalam keseharian.

Ex. 2 : Pada anak dengan tingkat arousal yang tinggi (high alert), mesin tubuhnya berjalan dengan cepat dalam kesehariannya. Bergerak merupakan suatu kebutuhan yang terkesan hiperaktif. Membuatnya sulit untuk fokus melakukan aktifitas, di malam hari tidur menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Karena mesin tubuh yang berjalan cepat membuatnya sulit melakukan transisi ke level rendah untuk dapat tidur.

Sekelumit masalah mengenai tingkat arousal dan kemampuan untuk melakukan self regulation diangkat pertama kali pada AOTA (American Occupational Therapist Association) newsletter dan symposium Sensory Integration International di tahun 1992. yang akhirnya diterbitkan buku yang dibuat oleh Marry Sue Williams OTR/L dan Sherry Shellenberger OTR/L beserta OT lainnya seperti Patti Otter, Pat Wilbarger, Eileen Richter dan lainnya sebagai kontributor yang berjudul “How Does Your Engine Run”, the Alert Program for Self Regulation.

Alert Program (AP) Adalah metode yang membantu anak memahami serta mengatur tingkat kesadaran (alertness atau arousal) dan meningkatkan kemampuan strategi sensori-motor untuk menghadapi hambatan yang dihadapi saat melakukan aktifitas kesehariannya.

Untuk memahami teori Alert Program secara menyeluruh dikembangkan “Eight Key Concept” yang berisi :

1. Definisi dan peranan Okupasi Terapi pada pelaksanaan AP pada klien

2. Sensori Integrasi yang merupakan dasar pemikiran dari pengembangan AP

3. Teori mengenai Arousal dan pengaruhnya pada sang anak

4. Tingkatan level arousal dan pengaruhnya pada kerja mesin tubuh

5. Respon protektif pada susunan saraf pusat yang berhubungan dengan tingkatan level arousal, sensory defensiveness dan prilaku yang muncul saat sebelum dan sedulah melakukan AP

6. Inhibisi yang dilakukan serta hubungannya dengan input proprioseptif saat menerapkan strategi sensori-motor di AP

7. Strategi sensori-motor yang dilakukan dan terdapat checklist yang membantu orang tua, guru dan profesi lain dalam memahami kebutuhan sang anak, murid dan kliennya.

8. Detective work yang dilakukan untuk mengetahui akar permasalahan yang dihadapi sang anak untuk mempermudah melakukan AP.

“Bermain adalah pekerjaan yang dilakukan anak-anak. Melalui itu sang anak belajar tentang dirinya dan dunia sekitarnya.” (Sensory Integration International, 1991). Melalui hal tersebut, Okupasi Terapi
memberikan aktifitas pada setiap sesi terapi secara relevan. Sang anak akan memiliki dorongan dari diri (inner drive) untuk bergerak, bereksplorasi dan belajar melalui pengalaman yang menyenangkan. Yang
secara logis saat pembelajaran yang paling baik adalah saat individu mendapat pengalaman yang menyenangkan, memuaskan dan aman. Sesi terapi diterima anak sebagai sesuatu yang memberikan memotivasi dan dilakukan dengan bermain adalah sangat penting pada pencapaian proses dan tujuan
terapuetik.

Tujuan A. Jean Ayres, Phd, OTR. FAOTa saat meneliti Sensori Integrasi adalah mengembangkan teori yang menjelaskan hubungan antara prilaku sensor-motor, fungsi saraf dan kemampuan pre akademik (Fisher, Murray, Bundy, 1991). Otak harus mampu mengatur semua sensasi agar seseorang
dapat bergerak, belajar dan berprilaku secara normal.

Sensori Integrasi dapat dianalogikan seperti komputer yang untuk menulis suatu surat, informasi diketik melalui keyboard (input) yang kemudian diproses pada komputer yang terhubung dengan printer (output) untuk mencetak hasil ketikan tersebut. Jika terjadi masalah pada susunan kata yang terketik, salah satu kemungkinan masalah terjadi saat mengetik susunan kata (input). Dan jika tidak, kemungkinan yang lain dapat disebabkan adanya masalah pada internal proses di komputer.

Kemampuan untuk mencapai, mempertahankan dan mengubah tingkat arousal (Self regulation) adalah bagian dari proses perkembangan yang melibatkan komponen penting pada system saraf pusat (ANS, RF dan sistem limbic). Yang pada intinya system saraf akan bertanya dan harus mampu menjawab pertanyaan “apa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan level arousal dan bagaimana caranya?.” Pada bayi yang baru lahir komponen tersebut berperan dominan pada kemampuan self regulation.

Saat sang bayi semakin tumbuh dan berkembang, kemampuan mengatur level arousal semakin berkembang. Ex. Saat tidur untuk dapat mengontrol arousal sang bayi memasukan ibu jarinya ke mulut, atau pada usia yang lebih besar saat duduk dikursi belajar sang anak memilinkan rambutnya
lalu menggigitnya (terkadang juga terlihat pada orang dewasa) untuk dapat fokus belajar.

Tubuh memiliki respon protektif yang terjadi secara otomatis pada input sensori tertentu. Saat input diterima otak memberikan sinyal bahwa hal tersebut berbahaya dan perlu dihindari (sensory defensiveness). Jika hal tersebut terjadi akan terlihat perubahan yang cukup drastis pada level arousal dan prilaku yang dimunculkan. Respon yang timbul disebut flight-fright-fight reaction. Pada anak yang merespon flight ia akan menjauh atau berlari menghindarinya, fright reaction dapat menyebabkan
anak terdiam tak bisa bergerak bahkan mungkin pipis dicelana, pada fight reaction anak akan berusaha sekuat tenaga untuk menolak seperti memukul dan menendang orang lain atau mungkin dirinya sendiri.

Inhibisi atau hambatan dilakukan untuk membantu otak melakukan self regulation terutama pada saat-saat fluktuasi level arousal yang tinggi. Input proprioseptif merupakan salah satu input yang direkomendasikan AP saat hal tersebut terjadi. Input ini dapat digunakan saat mesin tubuh berjalan sangat cepat ataupun sangat lambat, yang memberikan efek menenangkan atau meningkatkan (calming or alertning). Tidak seperti input sensori lainnya (vestibular dan taktil) proprioseptif sangat jarang menyebabkan overload yang mungkin jika overload terjadi akan menambah masalah jika tidak dilakukan dengan sesuai.

Mencari dan menentukan strategi sensori-motor membantu terapis, guru dan orang tua agar sang anak mampu mencapai dan mempertahankan arousal pada berbagai situasi. Mengamati, memahami dan menghargai kebutuhan sensori-motor dari tiap anak merupakan kunci utama. Ada aktifitas yang
dapat meningkatkan atau menurunkan tingkatan level arosal atau alertness. Dalam hal ini input sensori-motor memegang peranan penting yang dibagi menjadi 5 bagian :

1. Memasukan sesuatu ke mulut (input oral motor)

2. Bergerak (input vestibular-proprioseptif)

3. Sentuhan (input taktil)

4. Melihat (input visual)

5. Mendengar (input auditory)

Amati berapa banyak input yang dibutuhkan, seberapa sering dan berapa lama hal tersebut dilakukan. Hal tersebut membantu untuk menentukan strategi sensori-motor pada tiap-tiap individu.

AP memberikan kerangka berpikir yang dapat berguna untuk mengamati dan memahami tujuan prilaku sensori-motor yang dilakukan sang anak. Melalui detective work, terapis, guru dan orang tua dapat membantu sang anak menemukan solusi dan strategi yang lebih toleran saat menghadapi situasi dan konsisi yang kritis bagi perkembangan sang anak.

Taufiq Hidayat

Referensi :

– Williams.M. S, & Shellenberger. S, (1996), Howdoes Your Engine Run, Therapy Works, Inch.

– Oetter. P, Reichter. E. W & Frick. S. M (2001), PDP Press

– Williams. C. C (2006) Workshop Manuals “The Alert Program for Self Regulation”, Therapy Works,
Inch & Explora Learning





What is Sensory Integration

17 03 2008

Sensory Integration(SI) is the normal neurogical process of organizing sensations for our use in everyday life. We use sensation to survive, to learn, and to function smothly.

Typically, our brain receives sensory information from our bodies and surroundings, interprets these messages, and organizes our purposeful responses.

Most of people could name five senses: vision, hearing, smell, taste, and touch. Actually, we have several other vital senses. According to the research of A. Jean Ayres, OTR PhD, who formulated the theory of SI, the fundamental sensory systems include :

1. The tactile sense, which provides information primarily to the surface of our skin, from head to toe, about the texture, shape, and size of the objects in the environment. It tells us whether we are activelly touching something or are passively being touched. It help us distinguish between threatening and nonthreatening touch sensations.

2. The vestibular sense, which provides information through the inner ear about gravity and space, about balance and movement, and about our head and body position in relation to the surface of the earth.

3. The proprioceptive sense, which provides information through our joints, muscles, and ligaments about where our body parts are and what they are doing.

These sensory systems, which are sometimes called “the hidden senses” develop very early in the womb. They interract with vision and hearing, smelling and tasting, which develop slightly later. As a result of typical sensory integration, self-control, self-esteem, motor skill, and higher level cognitive functions can develop as Mother Nature planned.

Sensory Integration function is important for : Academic skills, attention, auditory perception, balance, bilateral coordination, body awareness, body position, emotional security, fine motor skills, gross motor skill, social skills, speech and language skills, visual perception, etc.

Taken from “the Out of Sync Child” Carol Stock Kranowitz, MA